Jangan kamu takut sesuatu selain dosamu sendiri.....
Jangan sekali kali kamu merasa malu belajar tentang sesuatu yang belum kamu ketahui.......

Luangkanlah waktumu untuk membaca/menulis, tapi jangan kamu habiskan waktumu hanya untuk membaca/menulis

10 Maret 2011

DISIPLIN BAGI ANAK


Pentingnya Penerapan Disiplin Bagi Anak
Disiplin secara luas dapat diartikan sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi tuntutan dari lingkungan. Disiplin tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat dan ingin diperoleh dari orang lain atau karena situasi kondisi tertentu, dengan pembatasan peraturan yang diperlukan oleh lingkungan.
Semua orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, namun pada umumnya orangtua menggunakan cara-cara yang didasari oleh naluri dan pengalaman yang didapat dari lingkungan keluarganya. Padahal, budaya dan nilai-nilai masyarakat yang berlaku saat ini sudah mengalami perubahan. Akibatnya, tidak sedikit pula orangtua yang merasa bingung tentang apa yang harus mereka lakukan dalam mengarahkan perilaku anak yang diterima secara normatif dan dalam mengawasinya.
Menerapkan disiplin pada anak yang masih di bawah umur memang gampang-gampang susah. Yang terpenting, orang tua konsisten dan yakin bahwa semua yang dilakukan merupakan upaya untuk kebaikan anak. Kata-kata ”Disiplin harus dimulai dari kecil” mungkin sering kita dengar dalam membesarkan seorang anak. Disiplin sangat penting dalam kehidupan ini, terutama bagi anak-anak agar mereka tumbuh menjadi orang sukses. Namun kadang, para orang tua tidak menyadari cara mereka dalam mendisiplinkan anak-anak ternyata kurang tepat.
Beberapa orangtua ada yang menggunakan cara kekerasan atau memaksakan kehendak kepada anaknya dengan dalih mendisiplinkan, serba melarang dengan dalih melindungi, bahkan perhitungan dalam memberikan kasih sayang dengan dalih agar anak mandiri. Terlalu banyak larangan menyebabkan anak dihantui ketakutan, was-was, dan kurang percaya diri.
Dibalik kelucuannya, masa balita adalah saat yang mungkin dirasa sangat menjengkelkan untuk orang tua. Karena si buah hati sedang memasuki tahap usia di mana anakanak mulai menjadi lebih mandiri dan menemukan jati diri mereka sebagai individu. Namun, kemampuan mereka masih terbatas dalam hal berkomunikasi dan nalar. Jadi, bagaimana cara yang tepat untuk menghadapi anak yang menjerit setiap kali suruh mandi dan tampaknya kosakata yang keluar hanya satu kata ”tidak”?

Berikut ini beberapa strategi sederhana untuk membantu menerapkan disiplin pada anak :

1. Dalam penerapan disiplin adalah konsistensi orang tua. Menurut Lerner, perintah dan rutinitas memberikan ”tempat” yang aman bagi anak dari apa yang mereka pandang sebagai dunia yang besar dan tak terduga. ”Ketika ada beberapa hal tidak bisa diduga dan rutin,itu membuat anak merasa jauh lebih aman dan nyaman, serta cenderung lebih bersikap tenang karena mereka tahu apa yang dia harapkan,” katanya. Cobalah untuk selalu menjalankan jadwal yang sama setiap hari. Semisal, waktu tidur siang, waktu makan, waktu tidur malam, dan saat-saat di mana anak Anda bebas untuk melakukan apa pun seperti hanya berlari-lari dan bersenang-senang. Bila Anda memang harus melakukan perubahan jadwal, beri tahu anak sebelumnya.
Misalnya katakan kepada anak Anda, ”Bibi akan menemanimu malam ini saat ibu dan ayah pergi sebentar. Kita ada keperluan sebentar”. Hal itu akan mempersiapkan dirinya untuk sebuah rutinitas yang sedikit berbeda dan mudah-mudahan tidak berpengaruh pada suasana si kecil saat waktu tidur. Konsistensi juga penting ketika penerapan disiplin ke anak. Ketika Anda mengatakan ”tidak boleh memukul” pertama kali kepada anak Anda saat dia berkelahi dengan anak lain di tempat bermain,Anda juga harus mengatakan ”tidak boleh memukul” untuk yang kedua, ketiga, dan keempat kali, saat si buah hati melakukannya lagi.

2. Orang tua juga harus menghindari stres saat pengasuhan anak. Pada waktu anak-anak memasuki usia balita, Anda tentunya sudah mengamati apa saja pemicu mereka biasanya merengek tak karuan. Yang paling umum adalah kelaparan, mengantuk, dan berada di suatu tempat baru. Dengan sedikit perencanaan, Anda seharusnya dapat menghindari hal-hal yang potensial memicu ”kekacauan” tersebut dan menjaga situasi tetap tenang. ”Anda harus segera mencari cara untuk mengantisipasi, yang berarti Anda jangan pergi ke toko makanan ketika anak Anda membutuhkan waktu untuk tidur siang,” kata Lisa Asta MD, seorang dokter anak di Walnut Creek, California, dan profesor klinis asosiasi pediatri di University of California, San Francisco, Amerika Serikat.
Cobalah untuk memastikan anak Anda sudah berada di rumah saat tidur siang, tidur malam, dan waktu makan. Jika Anda keluar rumah, selalu bawa makanan di tas agar tak usah mencari lagi ketika anak merasa lapar. Tetap padatkan waktu, artinya segera cari rumah makan lain ketika satu tempat memiliki pelayanan yang lama atau jangan belanja bahan makanan tepat di waktu makan siang. Yang terpenting, rencanakan ke depan segala keperluan keluarga sehingga Anda tidak perlu terburu- buru, terutama ketika Anda membutuhkan untuk mempersiapkan anak Anda pergi ke preschool, sementara Anda bersiap bekerja di pagi hari.

3. Buatlah aturan sederhana untuk kegiatan anak. Anda dapat memudahkan transisi tersebut dengan melibatkan anak Anda dalam proses. Misalnya atur waktu lima menit sesudah bangun tidur. Lalu memberitahukannya bahwa ketika alarm berdering itulah saatnya untuk mandi dan berpakaian atau memberi anak Anda pilihan apakah akan mengenakan baju merah atau baju biru ke sekolah.
4. Tips yang tidak kalah penting dalam penerapan disiplin bagi anak adalah berpikirlah seperti seorang balita. Anak bukanlah versi mini dari orang dewasa. Mereka biasanya mengalami kesulitan memahami banyak hal yang kita sudah yakini, misalnya bagaimana mengikuti petunjuk dan berperilaku tepat. Melihat skenario dari perspektif seorang anak dapat membantu mencegah dia merengek atau mengamuk. ”Anda sebaiknya berkata, ‘Mama tahu Daffa tidak suka duduk di kursi mobil, tapi biasanya itu yang harus kita lakukan,” terang Lerner. ”Jadi Anda tidak memanjakan, tapi memvalidasi perasaan mereka. Anda juga harus menetapkan batas, tapi Anda melakukannya dengan cara yang menghargai anak dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk membantu mereka belajar menghadapi kehidupan yang penuh dengan aturan dan peraturan,” tuturnya. Memberikan pilihan pada anak juga menunjukkan bahwa Anda menghargai anak Anda dan mengakui perasaan dia. Lerner menyatakan, menanyakan anak apakah ingin membawa buku favorit di mobil atau membawa camilan, dapat membuat anak merasa seolah-olah dia memiliki beberapa kendali atas situasi walaupun orang tua yang tetap bertanggung jawab.
Cara efektif lainnya dalam menerapkan disiplin anak adalah jika si kecil mengerjakan sesuatu yang tidak baik, alihkan perhatiannya ke hal-hal lain.
Tujuan disiplin bukan untuk melarang kebebasan atau mengadakan penekanan, melainkan memberikan kebebasan dalam batas kemampuan anak. Sebaliknya, bila berbagai larangan itu amat ditekankan, maka anak akan merasa terancam dan frustrasi serta memberontak, bahkan akan mengalami rasa cemas yang menjadi suatu gejala yang kurang baik bagi pertumbuhan anak. Tanpa disiplin, tanpa mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh, seorang anak pada umumnya tidak akan survival dalam hidupnya. Ia akan berbuat semau gue tanpa peduli pada lingkungan di sekitarnya. Melalui peraturan dan disiplin maka anak akan terhindar dari konsekuensi bahaya yang berasal dari tindakannya pada saat tertentu. Peraturan juga akan menjadi pegangan dalam hidup seseorang.
Bagi anak disiplin bersifat arbitrair, yaitu suatu konformitas pada tuntutan eksternal, namun bila dilakukan dalam suasana emosional yang positif, maka akan menimbulkan keikhlasan dalam dirinya untuk berbuat sesuai peraturan, tanpa merasa dirinya takut atau terpaksa. Dengan demikian tidak terjadi yang dinamakan “disiplin bangkai” (cadaveric discipline) yaitu kepatuhan yang ditaati karena takut dan merasa terpaksa. Disiplin membantu anak menyadari apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkan darinya, dan membantunya bagaimana mencapai apa yang diharapkan darinya tersebut.
Anak memerlukan pengalaman dan belajar untuk mengembangkan perilaku sosial yang sesuai dan dapat diterima oleh masyarakat. Pengalaman harus disiapkan untuk membantu sang anak dapat berbagi, bekerjasama, menghormati dan dapat menerima orang lain. Selain itu anak juga perlu mengembangkan persahabatan serta tanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya.
Disiplin di sekolah seharusnya merupakan tata peraturan yang meningkatkan kehidupan mental yang sehat dan memberikan cukup kebebasan untuk berbuat secara bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang ada murid. Peraturan disiplin seperti ini akan menjadi kebiasaan-kebiasaan yang baik, bahkan akan berkembang menjadi disiplin diri (self discipline) bila peraturan itu dipegang secara konsisten (ajeg). Sebaliknya, disiplin sekolah yang membatasi murid sehingga menimbulkan rasa takut dan cemas, akan memupuk pola emosional yang tidak sehat karena memperlakukan anak dengan cara-cara yang kurang tepat sehingga hasil belajar siswanya juga tidak akan maksimal.
Disiplin didasari oleh hubungan yang sehat dan dinamis antara orangtua dan anak. Hal pertama yang harus dilakukan oleh orangtua sebelum menerapkan disiplin kepada anak adalah mengenali diri anak secara utuh. Setelah itu, membangun dan memperkuat hubungan anak dan orangtua yang telah terjalin. Kedua hal ini harus didertai rasa percaya pada kedua belah pihak. Dengan demikian, pondasi disiplin sudah terbentuk.

BAGAIMANA CARA MENDISIPLINKAN ANAK

James Dobson merupakan tokoh pendidikan anak yang terkenal dalam mengemukakan berbagai prinsip efektif bagi orangtua dalam mendisiplin anak. Buku-bukunya yang mengemukakan gagasan disiplin ini adalah Dare To Discipline (Berani Mendisiplin - 1970) dan Discipline With Love (1983). Menurut Dobson, tujuan disiplin bagi anak ialah agar mereka dapat belajar bagaimana cara hidup bertanggung jawab. Prinsip Dobson yang dituangkan dalam karyanya The New Dare to Discipline (1992) tentang cara mendisiplin anak adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan rasa hormat dalam diri anak terhadap guru dan orangtuanya sendiri. Rasa hormat itu harus ditumbuhkan melalui komunikasi yang akrab, lalu dikembangkan dan dipelihara dengan menyediakan waktu untuk menjawab pertanyaan anak. Dengan begitu anak belajar mengenai otoritas secara benar dan tepat.
2. Memberikan hukuman atas tingkah lakunya yang jelas-jelas memberontak atau menentang guru dan orangtua; melawan terhadap aturan yang sudah diterangkan dan ditetapkan atau disetujui sebelumnya. Hukuman fisik yang harus dikenakan bagi anak, pada bagian "pantat" (spanking). Guru dan orangtua harus menjelaskan mengapa ia melakukannya; dan jangan dilakukan hukuman jauh setelah anak melupakan pelanggaran yang dibuatnya. Menurut Dobson, kalau anak sudah berusia sembilan tahun tidak tepat lagi memukulnya di bagian pantat, atau mengenakan hukuman fisik pada bagian tubuh lainnya, tetapi paling-paling menekan bagian tertentu dari bahunya untuk menyadarkan dirinya bahwa ia bersalah.
3. Mengendalikan diri agar tidak menyimpan amarah berkepanjangan. Jangan menyimpan emosi benci terhadap anak manakala menghukumnya secara fisik. Sebelum melakukan hukuman fisik orangtua harus menghitung dalam hatinya angka satu hingga sepuluh guna meredakan emosinya.
4. Jangan berikan sogokan kepada anak, berupa benda atau hadiah, agar ia berlaku tertib. Hal ini dapat menumbuhkan akar materialisme.
Kapan Mulai Mengenalkan Disiplin Pada Anak
Sejak lahir, anak sudah mulai dapat diajarkan disiplin melalui rutinitas atau pembiasaan, misalnya waktu menyusui, waktu tidur, waktu Buang Air Besar/Kecil (BAB/BAK) dan waktu bermain. Seiring dengan bertambahnya usia, anak belajar mengikuti pola-pola aturan bermain, berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak lain secara bertahap. Hal ini memerlukan bimbingan orang dewasa, terutama orangtua.
Pada masa usia dini, anak belajar mengembangkan kontrol dirinya dan belajar prilaku yang dapat diterima sesuai dengan norma masyarakat. Selain itu anak juga belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan mulai mengajarkan disiplin kepada anak sejak dini.
Anak usia dini sangat antusias dalam belajar dan menunjukan minat pada setiap kejadian disekitarnya. Berikan kesempatan yang luas kepada anak untuk beraktivitas dengan menjelajahi dan mencoba berbagai hal sepanjang tidak membahayakan anak. Anak perlu mengetahui tingkah laku seperti apa yang diharapkan darinya, apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan dalam suatu situasi tertentu. Oleh karena itu bagaimana kita memberikan respon pada tindakan anak secara tepat adalah sangat penting.
Dalam hubungan orangtua dengan anak, orangtua dapat menunjukkan sikap menerima atau menolak perilaku yang ditampilkan anak dan bukan menolak atau menerima anak sebagai pribadi yang dititipkan Tuhan kepada orangtua. Penerimaan orangtua terhadap anak sebagai pribadi merupakan hal penting karena apabila anak merasa diterima oleh orangtua maka ia akan tumbuh menjadi anak yang sehat secara mental dan bebas mengungkapkan dirinya. Apabila orangtua tidak bisa menerima perilaku anak, yang tampil dalam bentuk memerintah, mengancam, menasehati, mengkritik, mempermalukan anak, dan menghindar bila anak mempunyai masalah, maka anak akan tumbuh sebagai anak yang pemberontak, merasa tidak mampu, menjadi tergantung, menutup diri, merasa tidak disukai dan merasa cemas.
BAGAIMANA MENANAMKAN PENDIDIKAN PERILAKU MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN
Bagi hampir semua bangsa Indonesia, menanamkan pendidikan keagamaan kepada anak-anak itu dinilai sangat penting. Karena, kita yakin bahwa pendidikan keagamaan itu bisa menjadi faktor penting dalam membentuk moral atau juga sebagai benteng moral. Tapi, kita terkadang hanya mewajibkan pelaksanaan rutinitas ajaran agama melalui disiplin atau cukup mengajak anak merayakan seremonial belaka, sehingga nilai-nilai pendidikannya tidak sampai. Padahal, tujuan dari rutinitas atau seremonial keagamaan itu adalah membentuk prilaku sehari-hari.
Bagaimana caranya menanamkan nilai keagamaan dari kegiatan rutinitas atau seremonial itu sehingga dapat diharapkan efeknya bagi prilaku anak? Kalau melihat temuan Philip. L. Rice (1990) tentang bagaimana sebaiknya disiplin itu kita tanamkan, nampaknya ada beberapa hal yang penting kita sadari. Ini antara lain:
1. Disiplin itu akan lebih efektif apabila diterapkan karena cinta, peduli, atau dalam suasana yang saling menghormati. Kita menyuruh anak shalat setelah kita memahamkan bahwa shalat itu baik untuk dia, bukan karena tekanan / paksaan
2. Disiplin itu akan lebih efektif apabila saatnya tepat. Kita memahamkan pentingnya bersilaturahmi atau berbagi saat lebaran atau natalan.
3. Disiplin itu akan lebih efektif apabila ditanamkan secara konsisten dan akan lebih bagus didukung alat peraga. Kita mendisiplinkan anak supaya berdoa sebelum makan atau pergi secara konsisten
4. Disiplin itu akan lebih efektif apabila tidak terlalu kaku. Anak akan berpikir tak mungkin menyenangkan hati orangtuanya apabila semua prilakunya dikomentari atau dikritik.
5. Disiplin itu akan lebih efektif apabila metodenya disesuaikan dengan perkembangan anak. Anak yang sudah sampai level pemahaman tertentu mungkin sudah tidak butuh diberi pemahaman dengan cara yang sama.
6. Disiplin itu akan lebih efektif apabila metodenya tidak selalu menggunakan ancaman. Sekali-dua kali ini efektif mengubah prilaku, tapi kurang baik bagi keamanan emosinya.
7. Disiplin itu akan lebih efektif apabila tidak selalu menggunakan hukuman, lebih-lebih itu kurang beralasan atau tidak seimbang dengan reward yang kita berikan. Entah secara terang-terangan atau diam-diam, ini memancing penolakan dan perlawanan.
Kapan sebaiknya cara-cara di atas mulai kita terapkan? Anak yang sudah masuk SD atau yang sudah bisa mencerna nilai-nilai abstrak, pada dasarnya sudah bisa diterapkan cara di atas. Hanya memang konsistensi mereka dalam membiasakan disiplin itu masih belum kuat. Karena itu, kepedulian orangtua sangat membantu.
Intinya, kita perlu memfasilitasi anak-anak agar bisa mencerna nilai pendidikan prilaku di balik ibadah yang sudah kita disiplinkan sehari-hari. Ini supaya tidak menjadi sekedar kegiatan rutinitas atau seremonial belaka.
Semoga bisa kita jalankan
arikenya wibowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

belajar menulis, belajar membaca, belajar berkomentar, belajar dikomentari............ why not???