Jangan kamu takut sesuatu selain dosamu sendiri.....
Jangan sekali kali kamu merasa malu belajar tentang sesuatu yang belum kamu ketahui.......

Luangkanlah waktumu untuk membaca/menulis, tapi jangan kamu habiskan waktumu hanya untuk membaca/menulis

29 Agustus 2009

Demokrasi

Mempersoalkan demokrasi sebagai suatu sistem politik dalam negara hukum sesungguhnya tidak sekedar terfokus pada dimensi tujuannya saja. Namun, penting diperhatikan juga tentang cara berdemokrasi yang benar. Jika kita lihat sekarang masyarakat lebih cenderung mengaktualisasikannya dengan cara yang tidak terpuji. Yang dengan alasan demokrasi, semua aturan-aturan hukum bisa dilanggar dengan seenaknya.
Problem utama setelah reformasi bergulir adalah adanya kebebasan tanpa arah yang kebablasan sebagai dasar dari demokrasi. Padahal dalam pelaksanaannya sendiri seharusnya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Inilah yang disebut dan dikenal dengan prinsip hak dan kewajiban. Yaitu, adanya hak oarng lain yang mesti dihargai dan kewajiban kita untuk mematuhi sistem demokrasi dengan benar.
Kemerdekaan yang diperoleh melalui perjuangan yang cukup lama dan memakan banyak korban, maka kata demokrasi mempunyai arti penting sebab merupakan salah satu tonggak daripada penyanggah kemerdekaan yang telah dicapai. Bertolak pada hal di atas, kemerdekaan yang telah dicapai tersebut haruslah diisi dengan sistem demokrasi yang berkeadilan. Dengan demikian nantinya demokrasi akan jauh lebih bermakna sebab telah terpenuhinya nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) untuk berekspresi dengan segala kebebasan yang positif dan bukan kebebasan yang anarkhis. Oleh sebab itu, tahapan demokrasi yang benar dan baik harus dikedepankan sehingga nanti akan dijumpai suatu masyarakat yang hidup dalam suasana yang sejahtera dengan koridor hukum yang berlaku.


Sebagai suatu sistem politik, demokrasi dapat dilihat sekitar lima abad sebelum masehi (SM). Saat itu orang Yunani membentuk Polis (Negara Kota) dengan menerapkan bagaimana suatu sistem politik harus diorganisasikan sehingga dapat memenuhi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Pentingnya demokrasi juga dikemukakan oleh Samuel P Hunngtington yang menulis dalam bukunya, The Third Wave Democratization in The Late Twentieth Century (1991) yang mengatakan bahwa demokrasi telah menjadi kata kunci dalam wacana dan pergerakan politik dunia. Dan, tidak ada keragu-raguan untuk itu. Serta proses demokratisasi atau perjuangan untuk menegakkan demokrasi dewasa ini telah ada dan sedang berlangsung di berbagai pelosok dunia. Jadi, hampir semua istilah demokrasi selalu memberikan arti penting bagi masyarakat.

Karena sebagai dasar hidup bernegara, demokrasi memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat merasakan langsung manfaat demokrasi yang dilaksanakan. Rakyat berhak menikmati demokrasi sebab hanya dengan demikianlah arah kehidupan rakyat dapat diarahkan pada kehidupan yang lebih adil dalam semua aspek kehidupan. Maka dari itu, negara demokrasi adalah negara yang berlandaskan kehendak dan kemauan rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat.



Hubungan Demokrasi dan Penegakan Hukum

Ketidakadilan dalam mengujudkan fungsi hukum merupakan salah satu bentuk demokrasi tidak berjalan di tengah masyarakat. Lumpuhnya kedaulatan hukum rakyat dan mandulnya lembaga-lembaga hukum menggambarkan keadaan tersebut. Pemerintah sebagai penguasa yang mengklaim dirinya sebagai reformator demokrasi hukum tidak seharusnya bersikap acuh tak acuh dalam menegakkan hukum. Pemerintah harus mendorong agar hukum berjalan sebagaimana mestinya. Harus dihindarkan hukum seolah-olah hanya berlaku bagi golongan masyarakat kecil.


Bahwa demokrasi telah tumbuh menjadi alasan reformasi dengan kecendrungan mengabaikan HAM memang tidak bisa dipungkiri. Semua sikap demokrasi yang dijalankan selalu membonceng makna reformasi sebebas-bebasnya, tanpa mampu membedakan sikap-sikap yang arogan. Khusus untuk melindungi HAM, negara harus dibangun atas prinsip negara hukum dan diawasi oleh instrumen yang berwenang. Agar demokrasi dapat berjalan tanpa menginjak HAM, maka perlulah segera agenda penting diutamakan oleh penguasa dengan memberikan perhatian khusus cara-cara demokrasi yang tidak menyimpang. Sebab, mempersoalkan demokrasi sebagai suatu paham dari sistem politik dalam negara hukum pada hakekatnya tidak terpusat pada dimensi aktualitas dan tujuan yang ingin dicapai saja tetapi juga menyangkut HAM yang sebenarnya tidak boleh diabaikan.

Jika demokrasi hanya dipersoalkan pada tujuan yang ingin dicapai saja maka jelas akan mengandung sejumlah problem terutama yang berdampak pada kelangsungan kehidupan masyarakat. Karena, demokrasi tidak berada pada ruang hampa yang kebal dari aturan yang anarkis. Namun sebaliknya bahwa demokrasi tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku yang nantinya berdampak pada aktivitas masyarakat.

Pertanyaannya, sudahkah demokrasi berjalan dengan semestinya di negeri ini? Atau, jika benar demokrasi sudah ditegakkan di manakah tempat rakyat yang sesungguhnya? Apakah rakyat bisa mendapatkan manfaat dalam proses politik yang didengungkan secara demokratis? Atau, dapatkah masyarakat memperoleh persaman dan keadilan di muka hukum?

Menjawab pertanyaan tersebut, coba kita lihat apa yang dikatakan Gus Dur dalam tulisannya di harian Kompas edisi 1 September 1998 yang berjudul "Masa Depan Demokrasi di Indonesia". Dalam tulisannya Gus Dur mempertanyakan mungkinkah demokrasi dapat ditegakkan pada periode setelah Pemilu yang akan datang? (Pemilu pertama setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru).
Dengan enteng Gus Dur menjawab, "Tidak". Walaupun pertanyaan tersebut sempat mengejutkan berbagai pihak sebab dalam kenyataannya telah terjadi perubahan besar di panggung politik yang memberikan peluang bagi tegaknya demokrasi seperti berdirinya partai-partai politik yang didukung oleh cendekiawan, mahasiswa, media massa, LSM yang semuanya hampir bertujuan menegakkan demokrasi. Namun di sisi lain Gus Dur beralasan bahwa konstelasi politik yang ada belum memungkinkan tumbuhnya demokrasi yang sebenarnya karena masih banyaknya rekayasa dan intrik yang berlaku. Di samping itu masih adanya lembaga negara yang mempertahankan status quo, demikian juga dengan UU Pemilu dan sistem politik yang ada masih memungkinkan terjadinya hal itu serta yang lebih penting tradisi kita belum melahirkan budaya politik yang sehat.

Dari uraian yang digambarkan oleh Gus Dur di atas dan jika dilihat kondisi peta politik sekarang memang sangatlah tepat. Demokrasi seolah tidak ada artinya. Semua serba anarkis. Partai politik saling berkonflik ria. Pejabat dan elite politik saling beragumen semua atas nama rakyat. Hukum belum berjalan sebagai mana mestinya. Lembaga negara khususnya di bidang hukum masih saja diintervensi. Untuk itu Gus Dur menyarankan bahwa tradisi budaya politik haruslah sejalan dengan perkembangan lembaga-lembaga yang ada. Dan, perlu perjuangan melalui serangkaian pemilu sebab dari situlah dimulainya perombakan aturan mengenai mekanisme kerja pemerintah. Hubungan pusat dan daerah serta perumusan kembali peran institusi yang ada agar dapat berjalan secara efektif.




Untuk mewujudkan sistem demokrasi yang baik maka perlu dituangkan di dalam kaidah hukum dalam suatu sistem pemerintahan. Demikian juga dengan lembaga-lembaga negara yang ada. Karena, secara umum prinsip demokrasi itu mempunyai empat pilar utama yang mempunyai peran signifikan, seperti lembaga legislatif atau parlemen sebagai tempat wakil rakyat, lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan negara, lembaga yudikatif sebagai tempat memberi putusan hukum dan keadilan dalam pelaksanaan UU serta pers sebagai alat kontrol masyarakat.

Semua lembaga di atas sangat menentukan sekali bagi proses tegaknya demokrasi. Untuk itu dengan tetap berpegang pada pilar-pilar demokrasi dan konsep-konsep demokrasi hukum serta politik pada umumnya, diharapkan akan terwujud penyelenggara negara yang bersih dan baik. Karena apa pun alasannya, demokrasi tanpa diwadahi dengan hukum yang responsif maka segala bentuk kekacauan dan kecurangan akan selalu datang dan seolah tidak mau pergi menghinggapi masyarakat.

Oleh sebab itu, perlu ditumbuhkan kesadaran moral para elite pemerintah di negeri ini untuk membawa muatan kepentingan memperjuangkan amanat rakyat. Dengan motto bahwa sekali amanat rakyat yang diemban itu dikhianati dan dijadikan barang komoditas maka saat itu juga kekuasaan telah kehilangan keabsahan. Perlu dicamkan bahwa demokrasi akan menjadi prasyarat yang utama bagi pembangunan yang dilaksanakan. Dan, nantinya akan memberikan berkah pada rakyatnya. Pemerintah dengan segala sumber daya yang dimilikinya tidak akan dapat tegak tanpa adanya dukungan yang memadai dari rakyat.

Kita sepakat bahwa sasaran utama dari gerakan reformasi adalah membangun suatu kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka demokratis. Semua tujuan itu akan tercapai kalau kita telah menjamin suatu kehidupan yang demokratis. Kehidupan yang demokratis itu berlaku dalam semua bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum maupun pendidikan. Karena itu, yang dimaksud dengan reformasi total adalah membangun demokrasi yang berlandaskan hukum menuju kehidupan yang lebih berdaya guna dalam setiap kesempatan.

Dari konteks di atas maka perlu kita membangun demokrasi dengan struktur sosial politik yang baik serta membangun mental dan budaya yang penuh damai. Jika hal ini dapat diwujudkan sudah barang tentu perundangan yang ada memungkinkan dijalankan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya sebagai pengikat dan pemberi sanksi. Berkenaan dengan itu maka keberadaan legitimasi kekuasaan yang otoriter jelas tidak dapat dijalankan di dalam suatu negara hukum. Dan, legitimasi pada keteraturan dalam konteks negara hukum akan memberikan kedaulatan pada rakyat dengan sebesar-sebesarnya.

Dari uraian yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa setidaknya yang harus dikedepankan dalam suatu negara demokrasi adalah adanya persamaan di depan hukum, yang berarti negara demokrasi hendaknya mencerminkan ketaatan akan hukum yang ada. Untuk itu Rule of Law harus dijalankan oleh seluruh warganegara tanpa membedakan latar belakang. Jika hukum dapat dijalankan sesuai dengan kaidah yang benar maka akan tercipta suatu tatanan demokrasi yang baik. Dan kita akan terhindar dari kekacauan yang cenderung mengabaikan HAM.

Sekali lagi demokrasi saja tanpa hukum akan melahirkan sikap anarkhis dan chaos. Dan, hukum saja tanpa demokrasi akan membuat bangsa ini kembali ke pangkuan kediktatoran. Karena, hukum bisa dibuat dan dimanipulasi hanya sekedar sebagai alat untuk memberikan legitimasi bagi kekuasaan. Untuk itu, jika ingin mengembangkan demokrasi haruslah dengan cara yang demokratis pula. Intinya, kesediaan berbeda pendapat, kesediaan mendengar haruslah diiringi dengan ketentuan hukum yang ada.

Semoga cita-cita merespon tegaknya demokrasi dalam negara hukum akan terlaksana.
Sebab, kita tentu tidak ingin ada lagi aktivitas demokrasi yang anarkis dan brutal.
Semoga..................................................................................



arikenya wibowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

belajar menulis, belajar membaca, belajar berkomentar, belajar dikomentari............ why not???