“Hati-hatilah terhadap prasangka. Sesungguhnya prasangka adalah omongan
dusta”.
(HR. Bukhari)
Berdasarkan wikipedia prasangka
berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek
tersebut. Sebagai manusia kita pasti suka berprasangka. Apakah itu prasangka
baik maupun buruk, namun sangat dianjurkan agar kita selalu berprasangka baik,
agar tercipta persahabatan dan perdamaian.
Berbaik sangka
dan berpikir positif hendaknya melekat pada diri kita, supaya prasangka kita kepada
orang lain tidaklah seburuk yang kita kira. Kita hanya bisa melihat dari luar
apa yang tampak, tetapi belum tentu dan tidak tahu niat baik apa yang ada dalam
hatinya. Untuk itu berbaik sangka dan berpikir positif akan mampu mengubah suatu
keburukan menjadi kebaikan.
Bermula dari prasangka buruk, lalu berkembang menjadi tuduhan dusta, dilanjutkan
dengan upaya mencari-cari kesalahan orang lain, berakhir dengan ghibah,
kemudian ditutup dengan hujatan, cercaan dan makian. Allahu al musta’an,
berapa banyak terminal-terminal dosa yang diciptakan oleh prasangka buruk.
Hasil yang dipetik dari prasangka buruk berupa pola komunikasi yang terbangun
diatas pondasi kedustaan, serang menyerang tudingan, redupnya rasa saling
percaya antar sesama, kebencian, permusuhan dan saling memboikot menjada hal
yang lumrah dan biasa, padahal kesemuanya itu menjadi factor-faktor yang
melemahkan kaum muslimin dan menghilangkan wibawa mereka di hadapan ummat-ummat
lain. Tidak heran jika Allah Swt. mengharamkan berprasangka buruk terhadap
orang lain dan menggolongkannya sebagai perbuatan dosa. Firman Allah Swt. :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Hujarat, 49 : 12)
Ayat diatas berisi seruan bagi kaum muslimin untuk saling
menjaga harga diri mereka, dan tidak memberikan peluang sedikitpun bagi
prasangka buruk bercokol dalam hati. Seorang mukmin tidak pantas merobek-robek
harga diri dan kehormatan orang lain hanya karena sebuah prasangka atau
issu yang beredar. Dalam sebuah Hadits
yang diriwayatkan oleh Abdul Razzaq dari Abu Hurairah dalam kitab Al
Mushannafnya menyebutkan etika standar yang wajib di sadari oleh setiap muslim
agar tercipta sebuah masyarakat yang harmonis, Rasulullah Saw bersabda :
إياكم والظن، فإن الظن أكذب الحديث، ولا تحسسوا، ولا تجسسوا،
ولا تحاسدوا، ولا تدابروا، ولا تباغضوا، وكونوا عباد الله إخوانا
“Hindarilah oleh kalian prasangka buruk, sebab
ia termasuk kedustaan besar, janganlah kalian saling menyindir, saling
mencari-cari kesalahan, saling memendam rasa dendam, saling berselisih, dan
saling bertengkar, namun jadilah kalian orang-orang yang bersaudara
“.
Sekali lagi, prasangka buruk tidak akan memberikan
sesuatu yang positif walau sekecil apapun, bahkan sebaliknya ia hanya memicu
lahirnya sikap permusuhan, perselisihan, memutuskan hubungan yang baik,
meretakkan ikatan kekeluargaan, dan menghancurkan solidaritas dan persaudaraan
sesama kaum muslimin.
Orang-orang yang mengikhlaskan dirinya menjadi korban
prasangka buruk senantiasa akan terjerembab kedalam perbuatan dosa yang tak
terbatas, sebab satu perbuatan dosa akan mengundang dan memaksa pelakunya untuk
melakukan perbuatan dosa yang lain, hukuman akhiratnya pun akan semakin berat.
Mari kita coba renungkan firman Allah Swt berikut ini :
{إِنَّ الَّذِينَ
أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا يَضْحَكُونَ* وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ
يَتَغَامَزُونَ * وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ *
وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ * وَمَا أُرْسِلُوا
عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ * فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ
يَضْحَكُونَ * عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ * هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا
كَانُوا يَفْعَلُونَ }
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka
yang menertawakan orang-orang yang beriman. dan apabila orang-orang yang
beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. dan
apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali
dengan gembira. dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang
sesat", Padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga
bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman
menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil
memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan “. (Al
Muthaffifiin : 29-36)
1. Menyadari
bahwa sebagian dari prasangka adalah dosa. Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu
wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak
mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang
dibangun di atas suatu qarinah (tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut)
tidaklah terlarang. Hal itu merupakan tabiat manusia. Bila ia mendapatkan
qarinah yang kuat maka timbullah prasangkanya, apakah prasangka yang baik
ataupun yang tidak baik. Yang namanya manusia memang mau tidak mau akan tunduk
menuruti qarinah yang ada. Yang seperti ini tidak apa-apa. Yang terlarang
adalah berprasangka semata-mata tanpa ada qarinah. Inilah prasangka yang
diperingatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dinyatakan oleh
beliau sebagai pembicaraan yang paling dusta. (Syarhu Riyadhus Shalihin, 3/191).
Al-Imam
Al-Qurthubi rahimahullahu menyebutkan dari mayoritas ulama dengan menukilkan
dari Al-Mahdawi, bahwa zhan yang buruk terhadap orang yang zahirnya baik tidak
dibolehkan. Sebaliknya, tidak berdosa berzhan yang jelek kepada orang yang
zahirnya jelek. (Al Jami’ li Ahkamil
Qur`an,16/218)
2. Tidak mencari-cari kesalahan orang lain (apalagi saudara sendiri) dan menggunjing mereka, hingga Allah memisalkan perbuatan tersebut seperti memakan daging saudara sendiri.
3. Jika kebetulan mendengar sesuatu hal yang belum teruji kebenarannya, maka wajiblah bagi mendahulukan prasangka baik (husnudzon) sebelum prasangka buruk (su’udzon),
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291).
Prasangka baik inilah yang akan menjadikan hubungan persaudaraan (ukhuwah) semakin erat dan melindungi dari penyakit hati iri dan dengki terhadap saudara seiman. Ikatan persaudaraan yang dilandasi oleh iman, yang terlindung dari gerogotan prasangka buruk dan kedengkian inilah yang akan memperkokoh bangunan Islam. Sebagaimana keluarga Ayyub menanggapi kabar angin yang berhembus di madinah kala itu.
Apabila
terlintas dalam hati menyangka saudaranya dengan buruk sangka, maka segeralah
doakan dia (yang disangka) itu dengan sesuatu yang baik agar setan menjadi rugi
atau tidak berhasil menggoda kita dengan persangkaan jahat itu.
Selain
perkataan atau perbuatan orang lain yang kita lihat masih dapat (dimungkinkan)
ada jalan baiknya atau masih ada kemungkinan sudut pandang positifnya juga
memang kita tidak dapat mengetahuinya secara persis apa yang dilakukan orang
itu apa lagi sampai kepada yang masih dalam hati.
Prasangka buruk terhadap sesama termasuk batu sandungan yang besar dalam
menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Ia seharusnya tidak diberi ruang
sekecil apapun dalam hati setiap pribadi muslim. Sebab kemunculannya tidak akan
menghasilkan apa-apa kecuali perselisihan dan pertengkaran yang tak berujung.
Menurut H. Koko Liem dalam bukunya Berbaik Sangkalah maka Hidupmu Barokah,
hal 14 – 17, Berprasangka buruk atau dapat diartikan juga dengan berpikir negatif
dapat membawa kepada lembah kerugian diantaranya :
1. Mendapatkan kesengsaraan
karena tidak mensyukuri nikmat dari Allah akibat dari berpikir negatif terhadap
Allah.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Qs. Ibrahim, 14 : 7)
Ayat di atas
menerangkan jika kita tidak bersyukur terhadap apa yang diberikan Allah
(nikmat) akibat berpikir negatif terhadap apa yang diberikan Allah. Maka, Allah
akan memberikan azab atau kesengsaraan.
2. Menimbulkan
ketidakharmonisan sesama manusia.
Otak dan akal
akan mudah terangsang pada hal-hal yang negatif apabila kita memfokuskan
pikiran pada hal-hal yang negatif. Hali ini yang menimbulkan emosi negatif,
seperti kesal, kecewa, marah dan benci.
Ketika diri kita
dikritik oleh teman atau rekan kerja kita, kemudian kita menanggapinya dari
sudut pandang yang berbeda atau negatif, maka yang timbul emosi negatif, yang
tentunya akan muncul rasa marah dan mungkin kebencian. Jika kita tidak segera
menyadarinya dan tidak mampu mengendalikan emosi dengan baik, maka akan timbul
emosi-emosi negatif lainnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan hubungan yang
tidak harmonis, kebencian antar sesama dan permusuhan.
3. Berpikir negatif adalah
sarang setan.
Kalau
pikiran kita mampu dikuasai pikiran negatif yang bersumber dari godaan setan,
maka segala aktifitas atau tindakan kita tidak aka nada yang bermanfaat. Bahkan
pikiran negatif yang timbul dapat berbahaya atau mencelakai bagi orang lain.
4. Melemahkan semangat dan
melemahkan rasa percaya diri dan lain-lain.
Tidak
percaya diri atau merasa diri kurang mampu disebabkan oleh pikiran yang selalu negatif
terhadap diri sendiri, sehingga akan menjadi manusia yang lemah semangatnya,
bahkan dapat kehilangan motivasi, tidak bergairah untuk menciptakan sesuatu
prestasi atau kebahagiaan.
Ciri-ciri
pribadi negatif menurut Muhammad Syafe’I El-Bantanie dalam bukunya Kekuatan Berpikir Positif.
1.
Cenderung memikirkan
kemungkinan buruk.
2.
Lari dari masalah.
3.
Sering mengeluh dan
menyalahkan.
4.
Melihat sesuatu dari
sudut pandang negatif.
5.
Sering merasa gagal dan
frustasi.
6.
Tertutup dan tidak mampu
bersosialisasi dengan baik.
7.
Takut perubahan.
Seseorang menjadi
pribadi yang negatif karena terbiasa berpikir negatif, perilaku seseorang
merupakan hasil dari pikirannya. Untuk itu kita harus mampu mengontrol serta
mengendalikan pikiran dan menata perasaan ke arah yang positif, karena nasib
seseorang mencerminkan karakternya, sedangkan karakternya berasal dari semua
kebiasaan yang dilakukan dan kebiasaan berawal dari pikiran, sedangkan pikiran
bermuara pada perasaan.
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”. (Qs. An-Nur, 24 : 19)
Dalam
hadist Rasulullah bersabda, “Barang siapa
yang mencari-cari keburukan saudaranya maka Allah pasti mencar-cari
kesalahannya dan barang siapa yang mencari-cari keburukan saudaranya niscaya
Allah akan membuka keaibannya sekalipun itu dalam rumahnya sendiri”. (HR. At-Tirmidhi dan Ibnu Hibban)
Dalam
hadist riwayat Muslim Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya :
"Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab; 'Allah dan
Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang
tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut
engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya
ucapkan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Apabila benar apa
yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya.
Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah
membuat-buat kebohongan terhadapnya.' (Muslim - 4690)
Dalam
suatu hadist riwayat Muslim sub bab “penjelasan tentang sebesar-besar dosa
besar” Rasulullah bersabda :
Dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan
kebinasaan." Dikatakan kepada beliau, "Apakah ketujuh dosa itu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab: "Dosa menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan
harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita
mukminah baik-baik berbuat zina." (Muslim - 129)
Membesar-besarkan kesalahan orang lain merupakan salah satu bentuk
prasangka buruk, demikian pula melancarkan tuduhan-tuduhan keji kepadanya tanpa
menganalisa sebab-sebab orang tersebut melakukan kesalahan. Seperti yang telah
diketahui bahwa, setiap ucapan yang kita dengar memiliki dua penafsiran,
penafsiran positif dan penafsiran negatif. Mendahulukan prasangka baik terhadap
sesama dan tidak menerka-nerka niat dan maksud terselubung pelaku dari setiap
perbuatan dan perkataan, serta menghukum orang berdasarkan prilaku yang zhohir
menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim.
Bahaya
berprasangka buruk dapat menimbulkan permusuhan diantara sesama manusia, akan
menyeret kepada hal yang lebih buruk lagi yakni ghibah, namimah, dusta untuk
tujuan menjatuhkan atau merugikan pihak lain. Menurut H. Koko Liem dalam
bukunya Berbaik Sangkalah maka Hidupmu
Barokah, hal 133 – 134, Bahaya berprasangka buruk (su’u zhan) diantaranya
adalah :
1.
Dapat mendatangkan murka Allah swt.
2.
Merupakan indikasi rusaknya niat dan buruknya kondisi bathin.
3.
Merupakan salah satu perangai orang munafik.
4.
Akan melahirkan permusuhan dan kebencian diantara manusia.
5.
Merupakan penyebab jatuh dalam akibat yang buruk dan membuka perbuatan keji.
6.
Mewariskan kehinaan dan kerendahan dihadapan Allah swt. Dan dihadapan
manusia.
7.
Salah satu petunjuk akan lemahnya iman.
8.
Indikasi atas ketidakpercayaan terhadap diri sendiri.
9.
Dapat menimbulkan keraguan dalam diri sendiri.
Oleh karenanya hendaklah kita selalu berbaik sangka kepada orang lain,
jangan bersikap meragukan terhadap sesama muslim agar kita bisa saling
mencintai, jauhilah berburuk sangka dan ragu terhadap orang lain. Alangkah
baiknya bila kita bisa selalu berprasangka baik terhadap perbedaan dan tidak
memaksakan pendapat, dan sepatutnyalah setiap pribadi hendaknya senantiasa
melakukan muhasabah (intospeksi) dan mawas diri terhadap setiap kata
yang diucapkan atau setiap hukum yang ditetapkan bagi orang lain. Ingatlah
selalu firman Allah Swt :
{وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا}
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.( Al
Israa’ : 36 )
Kata Euclides : "Orang yang kondisinya
paling buruk adalah orang yang tidak percaya kepada seorang pun karena
prasangka jeleknya, dan tidak dipercaya oleh seorang pun karena perbuatan
jeleknya”. Berbuatlah
kebaikan terhadap saudara, teman, rekan kerja atau bahkan orang yang dengan
sengaja mencelakai kita.
Membantu kelapangan teman adalah tanda persahabatan yang jujur. Seorang
teman yang jujur dalam persahabatannya akan memberikan kemudahan (membantu)
temannya sebatas kemampuannya. Dia senantiasa merasakan senang dan susahnya
teman.
Dari Abu Hurairah
z, bahwa Rasulullah bersabda :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ. وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ، إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرَعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang melepaskan dari orang mukmin satu
kesulitan dari kesulitan-kesulitan dunia, pasti Allah akan melepaskan darinya
satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan hari kiamat. Barangsiapa yang
memudahkan orang yang kesukaran pasti Allah akan memudahkan (urusannya) di
dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya pasti Allah akan
menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama
hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh satu jalan untuk menuntut ilmu pasti Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari
rumah-rumah Allah , membaca dan mempelajari kitab Allah diantara mereka, kecuali turun kepada mereka
sakinah dan mereka diliputi rahmat serta dinaungi malaikat. Allah menyebut mereka di majelis-Nya. Barangsiapa
yang diperlambat oleh amalannya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya.” (HR. Muslim)
Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya prasangka
buruk dalam hati seseorang, yang terpenting adalah ; lingkungan yang buruk dan
tidak baik, termasuk lingkungan rumah tangga, teman sejawat atau para penyembah
hawa nafsu. Berapa banyak orang yang dahulunya berkarakter baik dan terpuji
akan tetapi berubah menjadi penjahat akibat pengaruh lingkungan keluarga dan
pertemanan. Tidak jarang kita dengarkan orang yang dahulunya sangat taat
menunaikan kewajiban-kewajibannya namun akibat lingkungan tempat tinggal,
lingkungan kerja menjadikannya orang yang paling jauh dari syariat Allah Swt.
Olehnya kita tidak heran kalau Rasulullah Saw mewanti-wanti kita dalam mencari
teman dan sahabat, karena kuwalitas keberagamaan seseorang akan dipengaruhi
oleh kuwalitas keberagamaan sahabatnya.
Jika prasangka buruk memiliki faktor pemicu, maka ia pun
memiliki penawar dan obat yang dapat menghilangkannya, setidaknya ada dua hal
yang perlu kita perhatikan :
Pertama, mendahulukan prasangka baik terhadap
sesama, Umar Ibnu Al Khattab berkata : “
jangan engkau berprasangka buruk terhadap setiap kata yang diucapkan oleh
saudaramu, selama masih memungkinkan untuk memahaminya dengan positif “.
Kedua, mencari alasan-alasan positif bagi
orang lain saat mereka melakukan kekeliruan. Kecuali dalam hal-hal yang telah
jelas keharamannya. Tinggalkan upaya mencari-cari kesalahan orang lain.
Kedua obat inilah yang diharapkan mampu mengobati
penyakit prasangka buruk jika telah bercokol dalam hati.
Rasulullah berkata :
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ، وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْناً، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا
“Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amalan yang paling Allah cintai adalah menimbulkan kegembiraan bagi seorang muslim atau menghilangkan kesulitannya atau membayarkan utangnya atau menghilangkan kelaparan darinya …” (HR. Ath-Thabarani dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 906 dan Shahihul Jami’ no. 176)
Marilah
kita sama-sama memandang pentingnya bagaimana agar kita bisa bersikap sebagai
seorang muslim dalam tuntunan Islam-nya. Islam menginginkan kesucian dan
kebersihan jiwa bagi tiap-tiap individunya dari segala prasangka yang buruk, Islam
juga menginginkan tatanan hidup masyarakat yang suci dan bersih, bukan dibangun
atas dasar prasangka dan dugaan semata.
“Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik
atau diam.”
(Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu
Hurairah)
Oleh
karena itu marilah kita tinggalkan prasangka buruk dalam pikiran dan tindakan kita,
berkata benar atau diam
Prasangka baik itu merupakan kekuatan penting untuk menyelesaikan masalah!
Semoga kita senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah
Swt. sehingga kita tetap konsisten berjalan diatas jalannya
sampai ajal menjemput kita.
Wallahua’alam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
belajar menulis, belajar membaca, belajar berkomentar, belajar dikomentari............ why not???